Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI PASANGKAYU
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2021/PN Pky RUDI HARTANTO WIBOWO Kepolisian Republik Indonesia, Cq. Kepolisian Daerah Sulawewsi Barat. Minutasi
Tanggal Pendaftaran Jumat, 27 Agu. 2021
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2021/PN Pky
Tanggal Surat Jumat, 27 Agu. 2021
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1RUDI HARTANTO WIBOWO
Termohon
NoNama
1Kepolisian Republik Indonesia, Cq. Kepolisian Daerah Sulawewsi Barat.
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan
Kepada Yth.
Ketua Pengadilan Negeri Pasangkayu
Di –
        Pasangkayu
 
 
 
Perihal : Permohonan Pra Pradilan Atas Nama RUDI HARTANTO WIBOWO
 
Dipermaklumkan dengan hormat
 
Yang bertanda tangan dibawah ini :
 
1. Adv. SULE TA’BI, S.H
2. Adv. MOHAMAD ARIF TALANI, SH
 
Keduanya berkewarganegaan Indonesia dan berprofesi sebagai ADVOKAT pada Kantor Advokat/Pengacara & Konsultan “SULLE TA’BI & REKAN” beralamat kantor di Jl. Setia Budi, No.68, Kelurahan Besusu Timur, Kecamatan Palu Timur, Kota Palu, Sulawesi Tengah, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 19 Agustus 2021 bertindak untuk dan atas nama kepentingan hukum :
RUDI HARTANTO WIBOWO, kewarganegaraan Indonesia, Tempat Lahir Purwarejo, 16 November 1959, Agama Kristen, Pekerjaan Wiraswasta, Alamat Apartemen Taman Rasuna T.10 U.09 A RT/RW 001/010 Kel;urahan Menteng Atas Kecamatan Setia Budi Provinsi DKI Jakarta untuk sementara berdomisili di Desa Sarjo, Kecamatan Sarjo Kabupaten Mamuju Utara Provinsi Sulawesi Barat, untuk selanjutnya disebut “PEMOHON PRA PRADILAN”;---------------------------
 
Dengan ini mengajukan Permohonan Pra Pradilan melawan :
KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA
Cq. KEPOLISIAN DAERAH SULAWESI BARAT
beralamat Kantor di Jl. Aiptu Nurman 1 Kalubibing Kota Mamuju Provinsi Sulawesi Barat, untuk selanjutnya disebut TERMOHON;-----------------------------------------------------
 
Permohonan Pra Pradilan ini diajukan berkaitan Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon dalam dugaan Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan dan atau Pemerasan/Ancaman sebagaimana dimaksud dalam pasal 378 Subs Pasal 372 Subs Pasal 368 KUHPidana Oleh Termohon;-----------------------------------------------------------------
Adapun yang menjadi alasan hukum diajukannya permohonan ini adalah sebagai berikut :
 
I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
a) Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) Praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan oleh Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. 
Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan kesewenang-wenangan dari Penyidik atau Penuntut Umum dalam melakukan Penyidikan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan Hak Azasi Manusia terhadap Tersangka/Terdakwa  dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan dapat terlindungi. Di samping itu, praperadilan dimaksudkan sebagai pengawasan secara horizontal terhadap  hak-hak Tersangka/Terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah Penyidik atau Penuntut Umum dalam melakukan tindakan penetapan Tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian serta analisa hukum yang cermat sebelum menetapkan seseorang menjadi Tersangka.
b) Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan :
Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:
1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
3. Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”
c) Bahwa selain dari pada itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah:
Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang: 
1. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
2. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
d) Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan TERSANGKA dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan Praperadilan, sehingga dapat meminimalisir perlakuan kesewenang-wenangan oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah menjadi bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang.
e) Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 memperkuat diakuinya Lembaga Praperadilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili keabsahan Penetapan Tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut :
Mengadili,
Menyatakan :
1. Mengabulkan Permohonan untuk sebagian : 
o [dst]
o [dst]
o Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
o Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
f) Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.
g) Bahwa, berdasarkan uraian diatas disesuaikan dengan Permohonan Prapradilan a quo menyangkut Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon oleh Termohon, maka olehnya itu, Permohonan Prapradilan a quo telah memenuhi syarat Formil diajukan Permohonan Prapradilan di Pengadilan Negeri;-----------------------------------
h) Bahwa, Termohon yang wilayah Yuridiksinya meliputi Provinsi Sulawesi Barat, serta kedudukan Para Saksi Pemohon serta tempat kejadian perkara a quo berada di Daerah Pasangkayu, maka beralasan hukum Permohonan Prapradilan ini di ajukan di Pengadilan Negeri Pasangkayu;--------------------------------------------------------
 
 II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN
Adapun alasan-alasan hukum diajukannya Permohonan Prapradilan a quo oleh Pemohon akan kami uraikan sebagai berikut :
A. PENETAPAN TERSANGKA OLEH TERMOHON BATAL DEMI HUKUM DIKARENAKAN BERTENTANGAN DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
 
1. Bahwa, Pasal 109 ayat (1) KUHAP meyebutkan “dalam hal penyidik telah melakukan penyidikan suatu pristiwa yang merupakan tindak pidana, Penyidik memberitahukan hal itu kepada Penuntut Umum”;----------------------------------------
2. Bahwa, ketentuan pasal 109 ayat (1) KUHAP tersebut diatas mengalami perluasan makna untuk memberikan kepastian hukum melalui Putusan mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 130/PUU_XII/2015, tentang uji materiil ketentuan pasal 109 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Mahkamah Konstitusi dalam amar putusannya menyatakan “Penyidik WAJIB memberitahukan dan menyerahkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan kepada Penuntut Umum, TERLAPOR, dan Korban/Pelapor dalam waktu paling lambat 7 (Tujuh) hari setelah dikeluarkannya Surat Perintah Penyidikan;-----------------------------------------------------------------------------------------------
3. Bahwa, berdasarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang dikirimkan Termohon kepada Penuntut Umum yakni SPDP Nomor : 38.4/VIII/2021/Ditreskrimum tanggal 24 Agustus 2021, diketahui bahwa, Penyidikan telah dimulai tanggal 28 Agustus 2020 berdasarkan Surat Perintah Penyidikan No. SP.Sidik/32/VIII/2020/Direskrimum, tanggal 28 Agustus 2020, artinya Proses Penyidikan telah dilakukan sejak tanggal 28 Agustus 2020, namun demikian SPDP baru dikirimkan oleh Termohon kepada Penuntut Umum kurang lebih setahun kemudian (tanggal 24 agustus 2021) ini artinya SPDP yang dikirimkan oleh Termohon kepada Penuntut Umum telah daluarsa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU_XII/2015 dengan pembatasan waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak keluarnya Surat Perintah Penyidikan;----
4. Bahwa, hal yang paling mendasar adalah mengenai hak Tersangka in casu Pemohon sebagaimana dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU_XII/2015, dimana Pemohon selaku Terlapor berhak mendapatkan tembusan SPDP paling lambat tanggal 4 September 2020, namun sampai dengan permohonan Pra Pradilan ini didaftarkan di Pengadilan Negeri Pasangkayu, Pemohon tidak pernah mendapatkan tembusan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) tersebut hal ini melanggar penggarisan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan Penyidik (In Casu Termohon) untuk mengirimkan SPDP paling lambat 7 (Tujuh) hari setelah dikeluarkannya Surat Perintah Penyidikan;-----------------------------------------------------------------------------------
5. bahwa, sifat Wajib Penyidik (In Casu TERMOHON) untuk mengirimkan SPDP dalam waktu paling lambat 7 (Tujuh) hari setelah dikeluarkan Surat Perintah Penyidikan menurut alasan hukum Mahkamah Konstitusi agar Terlapor yang telah mendapatkan SPDP dapat mempersiapkan bahan-bahan pembelaan dan dapat menunjuk Penasehat Hukumnya, namun dalam perkara a quo Pemohon baru mengetahui bahwa Laporan Polisi : LP/05/III/2019/Spkt/Sulbar tanggal 02 Maret 2019 ditingkatkan ke Penyidikan setelah Termohon mengeluarkan Surat Ketetapan (Penetapan Tersangka) Nomor S.Tap/02/VIII/2021/Ditreskrimum tanggal 24 Agustus 2021;---------------------------------------------------------------------------------------------
6. Bahwa, oleh karna Termohon tidak menyerahkan SPDP sesuai dengan ketentuan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 130/PUU_XII/2015, tentang uji materiil ketentuan pasal 109 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), maka Proses Penyelidikan dan Penyidikan yang dilakukan oleh TERMOHON adalah jelas Cacat Hukum dan olehnya itu BATAL DEMI HUKUM;--------------------------------------------------------------------------------------------------
7. Bahwa, menurut Pendapat Ahli Hukum Yakni IWAN DARMAWAN, S.H.,M.H, (dalam Perkara Prapradilan Putusan Nomor : 02/Pid.Pra/2018/Pn.Blb tanggal 2 Mei 2018,)  yang menerangkan bahwa “jika sebuah norma sudah menjelaskan, tidak dilaksanakan, maka aparat penegak hukum yang tidak melaksanakan norma tersebut jelas dia bertentangan, maka hukum harus mencapai cita keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum, jika keadilan tidak dijalankan, tidak sesuai dengan peraturan yang diperintahkan, maka batal demi hukum;----------------------
8. Bahwa, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU_XII/2015 jelas merupakan suatu norma yang mewajibkan bagi Termohon untuk menyerahkan SPDP kepada Terlapor/Pemohon dalam waktu selambat-lambatnya 7 (Tujuh) hari setelah dikeluarkannya Surat Perintah Penyidikan, Namun dalam Perkara a quo sejak Surat Perintah Penyidikan dikeluarkan yakni sejak 28 Agustus 2020 sampai dengan saat Permohonan ini diajukan (telah 1 Tahun) Termohon tidak pernah menyerahkan SPDP kepada Pemohon, tindakan Termohon yang demikian jelas telah menyimpang dari norma hukum sebagaimana dimaksud dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU_XII/2015, olehnya itu tindakan penyidikan yang dilakukan oleh Termohon harusnya dinyatakan batal demi hukum;---------------------------------------------------------------------------------------------
 
 
B. TERMOHON TIDAK CUKUP BUKTI DALAM MENETAPKAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA
 
1. Bahwa berdasar pada Putusan Mahkamah Konstitusi dengan Nomor 21/PUU-XII/2014 Frasa “Bukti Permulaan”, Frasa “Bukti Permulaan Yang Cukup” dan “Bukti Yang Cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP oleh Mahkamah Konstitusi dinyatakan harus dimaknai sebagai “minimal dua alat bukti” sesuai dengan pasal 184 KUHAP;
2. Bahwa, Termohon dalam menetapkan Diri Pemohon sebagai Tersangka dalam dugaan tindak pidana Penipuan dan Penggelapan dan atau Pemerasan/Ancaman sebagaiamana dimaksud dalam pasal 378 Subs Pasal 372 Subs Pasal 368 KUHPidana, patut di duga hanya didasarkan oleh Laporan Polisi ;-----------------------
3. Bahwa, dalam perkara a quo, sehubungan dengan belum terbayarnya sebagian dari hak pembelian saham milik pelapor sebab adanya keberatan dari pihak lain, dengan demikian sangatlah menimbulkan keraguan yang mendasarkan atas dasar apa Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka atas Dugaan Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan dan atau Pemerasan/Ancaman sebagaiamana dimaksud dalam pasal 378 Subs Pasal 372 Subs Pasal 368 KUHPidana?
4. Bahwa, tidak ada satu pun bukti yang dapat menunjukan bahwa Pemohon melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud oleh Termohon dalam Surat Penetapan Tersangka Nomor : S.Tap/02/VIII/2021/Direskrimum Tanggal 24 Agustus 2021 tersebut;---------------------------------------------------------------------------------
5. Bahwa, dengan demikian Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon telah melanggar Penggarisan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, yang mensyaratkan penetapan tersangka wajib memenuhi 2 (dua) alat Bukti Yang sah menurut pasal 184 KUHAP, olehnya itu wajib dinyatakan Batal demi Hukum;--
 
C. TERMOHON TIDAK CERMAT DAN KELIRU DALAM MENERAPKAN HUKUM SEHINGGA PENETAPAN TERSANGKA A QUO CACAT HUKUM
 
1. Bahwa, dapat terlihat dalam Pertimbangan hukum Surat Penetapan Tersangka dari Termohon menyebutkan : ……………bahwa seorang diduga keras telah melakukan atau turut melakukan dan atau membantu melakukan tindak pidana maka setatusnya ditetapkan sebagai Tersangka, untuk itu keluarkannya penetapan ini”;-
2. Bahwa, mencermati dengan seksama Penetapan Tersangka Nomor : S.Tap/02/VIII/2021/Direskrimum Tanggal 24 Agustus 2021 terhadap diri Pemohon, sangatlah terlihat dengan jelas, Termohon ambigu menetapkan Pemohon sebagai tersangka, sebab tidak mungkin Pemohon dalam waktu yang sama memiliki kualitas hukum sebagai yang melakukan, turut melakukan dan membantu melakukan dalam satu kejadian perkara, sehingga demikian Surat Penetapan seperti ini menimbulkan ketidakpastian hukum;-----------------------------
3. Bahwa, bukan hanya itu, patut di duga pula Penetapan diri Pemohon sebagai Tersangka tanpa melalui Proses Gelar Perkara sebagaimana amanah Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Kepala Kepolisan Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, menyebutkan :
1) Gelar Perkara biasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 huruf a, dilaksanakan pada tahap :
a) Awal Proses Penyidikan;
b) Pertengahan proses Penyidikan;
c) Akhir Proses Penyidikan;
2) Gelar Perkara pada tahap awal Penyidikan sebagaimana dimakasud pada ayat (1) huruf a bertujuan untuk :
a) MENENTUKAN STATUS PIDANA ATAU BUKAN;
b) Merumuskan rencana Penyidikan
c) MENENTUKAN UNSUR-UNSUR PASAL YANG DISANGKAKAN;
d) Menentukan Saksi, Tersangka dan Barang Bukti;
e) Menentukan Target Waktu, dan
f) Menerapkan teknik dan taktik penyidikan
4. Bahwa, fakta menujukan bahwasanya Termohon tidak pernah melakukan gelar perkara sebagaimana amanah Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Kepala Kepolisan Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana terhadap perkara a quo, sebab jika Termohon melakukan gelar perkara untuk mentukan apakah perkara a quo adalah perkara pidana atau bukan sudah barang tentu perkara aquo tidak akan dilanjutkan ketahap Penyidikan, sebab nyata-nyata sengketa piutang adalah sengketa perdata bukan pidana sebagaimana yurisprodensi Putusan Mahkamah Agung RI :
Putusan Mahkamah Agung Nomor: 93K/Kr/1969, tertanggal 11 Maret 1970 menyatakan: “Sengketa Hutang-piutang adalah merupakan sengketa perdata.”;
 
Putusan Mahkamah Agung Nomor: 325K/Pid/1985, tertanggal 8 Oktober 1986 menyatakan: “Sengketa Perdata Tidak dapat dipidanakan.”
 
Demikian pula dengan penggarisan pasal Pasal 19 ayat 2 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, berbunyi:
“Tidak seorang pun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang”
 
5. Bahwa, telah nyata sesuai fakta sebagaimana disebutkan diatas, ternyata Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon tanpa melalui mekanisme gelar perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal 70 ayat (2) Peraturan Kepala Kepolisan Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, olehkarnanya Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon adalah cacat hukum dan wajib dinyatakan Batal Demi Hukum;--------------------------------------------
 
YURISPRODENSI /PUTUSAN PENGADILAN
1. Bahwa, Putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung pada Putusan Nomor : 02/Pid.Pra/2018/Pn.Blb tanggal 2 Mei 2018, dalam amar putusannya Hakim Prapradilan memerintahkan TERMOHON ( Kepala Kepolisian Resort Cimahi Cq. Kasat Reskrim Polres Cimahi/Termohon dalam putusan Nomor 02/Pid.Pra/2018/PN.Blb Tanggal 02 Mei 2018) untuk menghentikan proses penyidikan dengan mengeluarkan Surat Perintah Perhentian Penyidikan atas PEMOHON (MR. Chiang Cheng Hsuan/Pemohon dalam Putusan Nomor 02/Pid.Pra/2018/PN.Blb Tanggal 02 Mei 2018:--------------------------------------------------
2. Bahwa, dalam pertimbangan hukumnya Hakim Prapradilan MENJADIKAN Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, Putusan Mahkamah Konstirusi No. 130/PUU-XII/2015 dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, sebagai dasar hukum untuk melihat apakah Penyidik selaku Termohon ( Termohon dalam putusan 02/Pid.Pra/2018/PN.Blb Tanggal 02 Mei 2018) dalam menetapkan Pemohon sebagai Tersangka berdasarkan hukum atau tidak, ternyata dalam persidangan Pemohon mampu membuktikan berdasarkan fakta hukum dimana SPDP dikirim oleh Termohon lebih dari 7 (tujuh) hari sehingga Hakim menyatakan Penetapan Tersangka atas diri Pemohon (MR. Chiang Cheng Hsuan) adalah cacat hukum, tidak sah serta tidak berdasarkan atas hukum, olehkarnya penetapan tersangka terhadap Pemohon tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan batal demi hukum;
III. PETITUM
Berdasar pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon memohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pasangkayu yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut :
1. Mengabulkan Permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;-------------
2. Menyatakan tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai tersangka dengan dugaan tindak pidana Penipuan dan Penggelapan dan atau Pemerasan/Ancaman sebagaiamana dimaksud dalam pasal 378 Subs Pasal 372 Subs Pasal 368 KUHPidana adalah Cacat Hukum 
3. Menyatakan penetapan Tersangka Nomor : S.Tap/02/VIII/2021/Direskrimum Tanggal 24 Agustus 2021 atas nama RUDI HARTANTO WIBOWO, tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat;---------------------------------------
4. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri Pemohon oleh Termohon;
5. Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap Diri Pemohon dalam perkara a quo;----------------------------------------------------------
6. Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;------------------------------------------------------------------------------------------
7. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku;-------------------------------------------------------------------------------
PEMOHON  sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Terhormat  Hakim Pengadilan Negeri Pasangkayu yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap Permohonan ini  dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.
Atau, Apabila Yang Mulia Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pasangkayu yang memeriksa Permohonan aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Demikian Permohonan Praperadilan ini, atas Kebijaksanaan Yang Mulia Majelis Hakim menjatuhkan Putusan, Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Pihak Dipublikasikan Ya